Idealisme; Harga Mati atau Adagium Basa-Basi
(Upaya
mempertahankan identitas di tengah kemelut politik yang menggelitik)
Dalam hazanah gerakan sosial (social
movement) dan literatur gerakan politik (political
movement) posisi aktivis memiliki tempat yang diperhitungkan. Meski
Gerakan sosial dipahami sebagai upaya kolektif untuk mengubah norma dan nilai—tetapi dalam upaya
kolektif itu hampir tidak hening dari suara dan peran aktivis yang menonjol.
Gerakan sosial dan gerakan politik selalu
meniscayakan peran penting aktivis di dalamnya. Aktivis dalam pengertian
etimologis dipahami sebagai seseorang yang aktif dalam sebuah gerakan dan
concern dengan idealitas bidang yang diperjuangkannya. Hal empirik yang sering
ditunjukan oleh aktivis adalah sikap idealismenya, sikap kritisnya, leadership-nya,
pembelaannya pada kaum
lemah, dan bahkan sikap militannya. Sejumlah indikator manifes itulah yang
melekat pada seorang aktivis. Masa aktivisme ini biasanya berlangsung bersamaan
dengan aktivitasnya di sebuah organisasi.
Dalam pandangan
lainnya—kerap sekali aktivis dikaitkan dengan konsep idealnya (tentang
politik). Tidak henti-hentinya para aktivis biasanya mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang telah pemerintah terapkan. Hal ini didasarkan
atas peran aktivis di dalamnya (dunia per-politik-an). Namun pertanyaannya, mungkinkah seorang aktivis mampu menjadi angsa
putih di antara angsa abu-abu tatkala diberi kesempatan hidup dalam dunia
per-politik-an (baca; politik Indonesia)?. Perlu juga mengingat pepatah
lama Indonesia, bahwa untuk mengetahui seseorang benar-benar baik, maka berilah
ia kesempatan untuk menjadi pemimpin. Karena saat itu ia akan menunjukkan
dirinya yang sebenarnya—tanpa dikecualikan para aktivis.
Pergeseran Aplikatif Aktivis
Ada semacam pergeseran dari social
capital (modal sosial) yang dimilikinya saat menjadi aktivis
kemudian bergerak ke arena politik. Mereka para aktivis seringkali dinilai
publik atau kelompok politik sebagai memiliki daya tarik dan jaringan yang
luas. Mereka kemudian masuk ke gerbong politik partai atau non partai hingga
masuk ke lingkaran kekuasaan. Titik paling krusial dari aktivis adalah pada
titik ini, yaitu ketika memasuki lingkaran kekuasaan.
Aktivis, erat sekali dengan ungkapan
menggelitiknya “harga mati” di dalam mempertahankan kebenaran. Namun
nilai-nilai yang terkandung di dalam ungkapan itu perlahan-lahan hilang bersama
perjalannya di dunia politik. Suatu masa pengabdian bagi aktivis sekaligus masa
mempertahankan idealisme sesuai kaidah-kaidah hidup berdasarkan nilai-nilai
humnasime-ertis.
Atau
aktivis mahasiswa yang dulunya sangat radikal rela mati menolak kenaikan
harga BBM. Lalu setelah menjadi anggota DPR, ketika harga BBM dinaikkan mereka
tidak bisa bersuara. Mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa atau bahkan diam.
Dalam konteks ini diantaranya mungkin bisa dipelajari pada kisah Adian
Napitupulu, mantan pentolan gerakan mahasiswa Forum Kota (Forkot). Inilah salah
satu contoh aktivis yang tidak mengindahkan terhadap nilai-nilai idealismenya.
Contoh
lain misalnya, kasus ketua partai atau pimpinan partai yang berlatar belakang
aktivis kemudian tersangkut kasus korupsi dan mendekam di penjara. Dalam
konteks ini mungkin diantaranya bisa dipelajari pada kisah Anas Urbaningrum.
Dari beberapa contoh ini, setidaknya kaum aktivis masa kini dapat mengambil
hikmah dan pelajaran—di dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa
aktivis bukan “iblis”.
Dari
hal itulah menjadi penting, untuk segera menoleh pada sejarah aktivis tempo
dulu. Yang tidak hanya pintar beradu argumen dan semacamnya. Lihatlah, pengorbanan
dan derita demi kepentingan nasional rakyat adalah keniscayaan jalan juang yang
kaum aktivis pilih. Bukankah generasi emas masa depan republik ini adalah
mereka generasi baru yang tangguh memilih jalan juang? Bukan mereka yang mudah
menyerah dan mudah putus asa.
Duhai kawan aktivis, tengoklah masa
depan anak muda dan negeri ini. Luka menyayat hati tergores pragmatisme
aktivis. Duhai aktivis muda yang masih terjaga, perjelas garis demarkasimu.
Menjaga jalan juang adalah keniscayaan ditengah miskinnya teladan aktivis saat
ini. Semoga adagium harga mati bukan sekedar basa-basi. Selamat berjuang kaum
aktivis, tindasalah ketidak benaran.
* Senoles bedeh e Annuqayah
Lubangsa Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar