Kamis, 21 Juli 2016



Idealisme; Harga Mati atau Adagium Basa-Basi
(Upaya mempertahankan identitas di tengah kemelut politik yang menggelitik)
            Dalam hazanah gerakan sosial (social movement) dan literatur gerakan politik (political movement) posisi aktivis memiliki tempat yang diperhitungkan. Meski Gerakan sosial dipahami sebagai upaya kolektif untuk mengubah norma dan nilaitetapi dalam upaya kolektif itu hampir tidak hening dari suara dan peran aktivis yang menonjol.
            Gerakan sosial dan gerakan politik selalu meniscayakan peran penting aktivis di dalamnya. Aktivis dalam pengertian etimologis dipahami sebagai seseorang yang aktif dalam sebuah gerakan dan concern dengan idealitas bidang yang diperjuangkannya. Hal empirik yang sering ditunjukan oleh aktivis adalah sikap idealismenya, sikap kritisnya, leadership-nya, pembelaannya pada kaum lemah, dan bahkan sikap militannya. Sejumlah indikator manifes itulah yang melekat pada seorang aktivis. Masa aktivisme ini biasanya berlangsung bersamaan dengan aktivitasnya di sebuah organisasi.
            Dalam pandangan lainnya—kerap sekali aktivis dikaitkan dengan konsep idealnya (tentang politik). Tidak henti-hentinya para aktivis biasanya mengkritisi kebijakan-kebijakan yang telah pemerintah terapkan. Hal ini didasarkan atas peran aktivis di dalamnya (dunia per-politik-an). Namun pertanyaannya, mungkinkah seorang aktivis mampu menjadi angsa putih di antara angsa abu-abu tatkala diberi kesempatan hidup dalam dunia per-politik-an (baca; politik Indonesia)?. Perlu juga mengingat pepatah lama Indonesia, bahwa untuk mengetahui seseorang benar-benar baik, maka berilah ia kesempatan untuk menjadi pemimpin. Karena saat itu ia akan menunjukkan dirinya yang sebenarnya—tanpa dikecualikan para aktivis.
Pergeseran Aplikatif Aktivis
            Ada semacam pergeseran dari social capital (modal sosial) yang dimilikinya saat menjadi aktivis kemudian bergerak ke arena politik. Mereka para aktivis seringkali dinilai publik atau kelompok politik sebagai memiliki daya tarik dan jaringan yang luas. Mereka kemudian masuk ke gerbong politik partai atau non partai hingga masuk ke lingkaran kekuasaan. Titik paling krusial dari aktivis adalah pada titik ini, yaitu ketika memasuki lingkaran kekuasaan.
            Aktivis, erat sekali dengan ungkapan menggelitiknya “harga mati” di dalam mempertahankan kebenaran. Namun nilai-nilai yang terkandung di dalam ungkapan itu perlahan-lahan hilang bersama perjalannya di dunia politik. Suatu masa pengabdian bagi aktivis sekaligus masa mempertahankan idealisme sesuai kaidah-kaidah hidup berdasarkan nilai-nilai humnasime-ertis.
            Atau aktivis mahasiswa  yang dulunya sangat radikal rela mati menolak kenaikan harga BBM. Lalu setelah menjadi anggota DPR, ketika harga BBM dinaikkan mereka tidak bisa bersuara. Mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa atau bahkan diam. Dalam konteks ini diantaranya mungkin bisa dipelajari pada kisah Adian Napitupulu, mantan pentolan gerakan mahasiswa Forum Kota (Forkot). Inilah salah satu contoh aktivis yang tidak mengindahkan terhadap nilai-nilai idealismenya.
            Contoh lain misalnya, kasus ketua partai atau pimpinan partai yang berlatar belakang aktivis kemudian tersangkut kasus korupsi dan mendekam di penjara. Dalam konteks ini mungkin diantaranya bisa dipelajari pada kisah Anas Urbaningrum. Dari beberapa contoh ini, setidaknya kaum aktivis masa kini dapat mengambil hikmah dan pelajaran—di dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa aktivis bukan “iblis”.
            Dari hal itulah menjadi penting, untuk segera menoleh pada sejarah aktivis tempo dulu. Yang tidak hanya pintar beradu argumen dan semacamnya. Lihatlah, pengorbanan dan derita demi kepentingan nasional rakyat adalah keniscayaan jalan juang yang kaum aktivis pilih. Bukankah generasi emas masa depan republik ini adalah mereka generasi baru yang tangguh memilih jalan juang? Bukan mereka yang mudah menyerah dan mudah putus asa.
            Duhai kawan aktivis, tengoklah masa depan anak muda dan negeri ini. Luka menyayat hati tergores pragmatisme aktivis. Duhai aktivis muda yang masih terjaga, perjelas garis demarkasimu. Menjaga jalan juang adalah keniscayaan ditengah miskinnya teladan aktivis saat ini. Semoga adagium harga mati bukan sekedar basa-basi. Selamat berjuang kaum aktivis, tindasalah ketidak benaran.
             * Senoles bedeh e Annuqayah
Lubangsa Selatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

rinaimu

Sengaja taburan bunga tak ranum ku buang Menanti buah harmoni tanpa henti Sembari nyala hati dan tawa sanubari tak berani tampak pada k...