Kamis, 21 Juli 2016



 Pendidikan Indonesia; Merisaukan dan Menggelikan
(Upaya bersikap bijak ditengah kemelut prilaku amoral remaja)
            Pendidikan indonesia saat ini sedang dihadapkan pada berbagai persoalan—prilaku amoral. Sebut saja misalnya, pelecehan seksual, penyalahgunaan obat terlarang (konsumsi narkoba), tawuran antar pelajar, dan banyak prilaku tidak  etis lainnya yang dilakukan oleh remaja. Dari berbagai kasus itulah, pendidikan merupakan instrument penting yang dapat merevitalisasi degradasi moral yang kian kompleks ini.
            Sebagai mana mafhum pendidikan merupakan cara untuk memperbaiki akhlak manusia. Baik buruknya moral manusia tergantung  pada pola gerak pendidikan. Hal inilah yang menjadi maksud, bahwa peradaban suatu bangsa akan sangat bergantung pada pendidikan—signifikansi peran pendidikan dalam peradaban .
             Dari beberapa persoalan di atas, bagaimana seharusnya pendidikan bersikap. Dan mungkinkah pendidikan Indonesia berhasil ataupun sebaliknya ?. Tatkala kita memperhatikan terhadap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, setidaknya telah menunjukkan, bahwa pemerintah sudah mengupayakan agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Sebut saja misalnya, kurikulum pendidikan yang terus disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, digalakkannya untuk menghindari narkoba, dan banyak usaha-usaha yang lainnya.
            Inilah salah satu sikap yang telah dilakukan pemerintah sebagai pengelola pendidikan—sikap dunia pendidikan. Namun sayangnya, usaha-usaha yang telah dilakukan hanya berbentuk frase atau angan-angan (fiktif belaka)—ketika didasarkan pada kenyataan remaja (mayoritas) sebagai makhluk terdidik yang masih saja melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak manusiawi—amoral.
            Dalam pembacaan yang sangat asketis pada kondisi dunia pendidikan kita, hal di atas terjadi disebabkan karena substansi sifat ke-manusia-an tidak tertanam pada peserta didik. Apa hubungannya antara sifat ke-manusia-an dengan kegagalan proses pendidikan yang mengakibatkan terjadinya prilaku amoral ?. jelas mempunyai relasi yang sangat erat. Hal ini terlihat pada tatanan nilai yang dikandung dalam paham ke-manusia-an yang mengajarkan tentang maslahah atau kerukunan antar manusia yang hidup.
Dari konteks pemaknaan itulah bisa kita bandingkan, dan dapat kita artikan mengenai sifat ke-manusia-an, yakni tidak lebih dari perwujudan prilaku yang layak bagi manusia itu sendiri. Bobroknya praktek pendidikan—manusia yang ber-kepribadian, di dalam konteks hidup yang sebenarnya—adalah bagian dari indikasi minimnya sifat ke-manusia-an ini pada jiwa peserta didik. Sehingga berbagi persoalan saling tumpang tindih dan tidak kunjung menemukan solusi.
            Sudah berbagai cara yang telah diupayakan oleh pemerintah, dalam rangka memperbaiki pendidikan Indonesia. Misal, dengan digalakkannya pendidikan karakter—penekanannya pada iman dan takwa, kampanye menolak penyalah gunaan obat terlarang, dan berbagi macam. Namun sayangnya, usaha-usaha itu seolah tidak membuahkan hasil—hanya sebagai usaha yang menguras tenaga. Ada beberapa hal yang perlu dibenahi dalam merevitalisasi terjadinya degradasai moral pada manusia pendidikan ini.
            Seburuk-buruknya manusia ia pasti mempunyai “hati”—wilayahnya perasaan. Dan menjadi hukum kausal, bahwa manusia akan baik tatkala hatinya sedang baik. Dari itu juga membuat kita terbangun untuk sadar bahwa menyalahkan pendidikan sebagai proses yang salah karena lahirnya manusia yang “premature” dalam aksi kebaikan, dapat dikira kurang tepat. Karena yang dapat dijadikan kebenaran fungsional—adalah lemahnya sifat ke-manusia-an tersebut.
            Peran penting yang perlu diusahakan saat ini, adalah memerankan proses pendidikan cinta dan kasih sayang. Dalam artian—kepentingan pendidikan pragmatis yang sering dilakukan oleh beberapa pihak harus lenyap dalam pendidikan. Pendidikan ini juga lebih menekankan pada sifat merasa terhadap apa yang dirasakan oleh setiap peserta didik—meliputi, yang menjadi kebutuhan dan keinginannya.
            Sehingga penanaman nilai-nilai pendidikan dapat secara mudah tersampaikan, dan bukan lagi hanya menjadi teori belaka—namun benar-benar disempurnakan oleh aplikasi nyata dalam kehidupan. Bobroknya moral, dan perilaku anti-kemanusiaan lainnya tidak akan lagi terdengar dalam ruang Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

rinaimu

Sengaja taburan bunga tak ranum ku buang Menanti buah harmoni tanpa henti Sembari nyala hati dan tawa sanubari tak berani tampak pada k...