Humanisme
dalam Himpitan Imperium Histori dan Era Global
Dalam ungkapan sejarah, kita dapat
jumpai kehidupan yang mengerikan. Yakni kehidupan yang tidak peduli pada
identitas sebagai manusia. Sikap distorsi dan skeptis dijadikan alasan untuk
tidak memaniskan nilai sikap humanisme. Salah satu misal, merasa terhina
tatkala dari keluarga mereka melahirkan anak perempuan. Hingga pada ujung cerita,
anak kecil perempuan itu dibunuh, dikubur hidup-hidup dan diberlakukan sadis
lainnya. Karena dalam persepsinya, seorang perempuan hanya akan menambah beban
hidup mereka, sehingga pada ujung-ujungnya kita membaca tentang kisah
perbudakan saat itu.
Hal lain yang sangat tidak manusiawi
adalah adanya sekat antara orang yang miskin dan yang kaya. Sikap yang
dilakukan orang yang kaya terhadap orang yang miskin cenderung arogan,
semena-mena, sesukanya dan sederhananya tidak peduli tentang kemaslahatan. Yang
penting baginya dirasakan kenyamanan, sekalipun diatas tangisan.
Dari itulah, kita menyebutnya
kehidupan masa dahulu (jahiliah) sebagai masa-masa kelam manusia dalam sejarah kehidupan.
Kemudian ditengah berkecamuknya kehidupan, Tuhan memberikan jalan dengan
hadirnya agama Islam. Menjunjung tinggi sikap saling mengakui sebagai manusia,
dan untuk kemaslahatan manusia. Banyak
orang menggunakan jalan ini sebagai keindahan, sehingga kejadian-kejadian
mengerikan hari sebelumnya perlahan-lahan menemukan setitik jalan tentang rasa
kebahagiaan hidup.
Dari uraian yang termaktub di atas,
mengantarkan kita tentang ingatan ajaran islam, yaitu disebutkan bahwa agama
islam diturunkan sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin bukan la’
natal lil ‘alamin. Agama sebagai rahmat terhadap manusia tentu tidak akan
lepas mengenai ajaran-ajaran baik dan nyaman. Diantara banyak ajaran yang
diajarkan, salah satunya adalah sifat ke-manusia-an.
Hingga pada saat ini, nilai dari
sikap humanisme (kemanusiaan) menjadi sangat penting. Karena tidak dapat kita
tafsiri, bagaimana kehidupan jika menghilangkan nilai-nilai sisi kemanusiaan.
Barangkali, kejadian seperti yang
terjadi pada masa jahiliah terulang kembali. Jika demikian yang terjadi, maka
kehidupan tidak akan lama lagi. Tinggal menunggu kehancuran.
Seperti dalam sejarah kehidupan masa
Jahiliah, kehilangan sikap humanisme berarti kehidupan kehilangan kemaslahatan.
Tindak-tanduk prilaku yang dilakukan manusia hanya berdasarkan kenyamanan
pribadi. Ia tidak peduli harus melukai orang lain. Hal ini merupakan indikasi
karena sikap acuh terhadap nilai-nilai ke-manusia-an.
Dan akhir-akhir ini, pertanda
manusia menghilangkan sifat ke-manusiaan mulai akut kita rasakan. Kita sengaja
dibuat tidak merasa terhadap hal ini, yakni dengan adanya pembaruan era. Hadirnya
alat-alat telekomunikasi telah menyita waktu banyak orang untuk saling bersikap
tidak peduli terhadap sesama. Misalnya, kasus anak yang masih berseragam SD
yang tidak peduli dipanggil oleh Ibunya, setelah didekati oleh ibunya ternyata
ia tengah mendengarkan lagu melalui headshet. Ketika kita perhatikan sepintas,
memang tidak ada yang salah dengan hal itu, bisa saja anak barusan menyertakan
alasan tengah mendengarkan lagu ketika ia ditanya oleh ibunya. Menjadi alasan rasional
yang dikatakan anak itu, dan justru itu yang tidak dirasakan sebagai kesalahan.
Sehingga tidak salah
ungkapan-ungkapan ke khawatiran mengenai adanya globalisasi, yaitu menyusup
perlahan-lahan dan berpengaruh sedikit demi sedikit terhadap karakter dan cara
bersikap manusia pada saat ini. Hal ini menunjukkan pada posisi proporsional,
antara humanisme perspektif sejarah dan humanisme penglihatan abad global.
Yakni sama-sama menekan manusia untuk bersikap acuh. Yang membedakan terletak
pada penerapannya, lebih halus era ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar