Rabu, 18 Mei 2016

Menatap masa depan pendidikan indonesia



Menatap Masa Depan Pendidikan Indonesia
(Upaya menanamkan sifat ke-manusia-an melalului pendidikan cinta dan kasih sayang)
            Sebagai mana mafhum pendidikan merupakan cara untuk memperbaiki akhlak manusia. Baik buruknya moral manusia tergantung  pada pola gerak pendidikan. Dan pendidikan pun bermacam-macam. Salah satunya adalah pendidikan cinta dan kasih sayang—penerapan kedua pola pendidikan ini setidaknya dapat menjadi solusi alternative terhadap dunia pendidikan kita yang saat ini sedang kompleks dengan persolan-persolan.
            Tidakkah menjadi “makanan ringan” kita sehari-hari, tentang berita pelecehan seksual, kasus narkoba, perkelahian dan semacamnya misalnya—yang telah dilakukan oleh peserta didik kita. Bahkan yang paling terbaru, sekalian yang paling membuat haru adalah kasus pencabulan yang dilakukan oleh sembilan siswa yang masih dibawah umur terhadap perempuan yang juga masih dalam umur se-umur “jagung” (diakses dari berita Koran Jawa Pos). Hal ini merupakan sekelumit dari sekian banyak persoalan yang perlu perbaikan pada pendidikan kita saat ini.
            Dalam pembacaan yang sangat asketis pada kondisi dunia pendidikan kita, hal di atas terjadi disebabkan karena substansi sifat ke-manusia-an tidak tertanam pada peserta didik. Apa hubungannya antara sifat ke-manusia-an dengan kegagalan proses pendidikan yang mengakibatkan terjadinya prilaku amoral ?. jelas mempunyai relasi yang sangat erat. Hal ini terlihat pada tatanan nilai yang dikandung dalam paham ke-manusia-an yang mengajarkan tentang maslahah atau kerukunan antar manusia yang hidup.
            Dari konteks pemaknaan itulah bisa kita bandingkan, dan dapat kita artikan mengenai sifat ke-manusia-an, yakni tidak lebih dari perwujudan prilaku yang layak bagi manusia itu sendiri. Bobroknya praktek pendidikan—manusia yang ber-kepribadian, di dalam konteks hidup yang sebenarnya—adalah bagian dari indikasi minimnya sifat ke-manusia-an ini pada jiwa peserta didik. Sehingga berbagi persoalan saling tumpang tindih dan tidak kunjung menemukan solusi.
            Sudah berbagai cara yang telah diupayakan oleh pemerintah, dalam rangka memperbaiki pendidikan Indonesia. Misal, dengan digalakkannya pendidikan karakter—penekanannya pada iman dan takwa, kampanye menolak penyalah gunaan obat terlarang, dan berbagi macam. Namun sayangnya, usaha-usaha itu seolah tidak membuahkan hasil—hanya sebagai usaha yang menguras tenaga. Ada beberapa hal yang perlu dibenahi dalam merevitalisasi terjadinya degradasai moral pada manusia pendidikan ini.
            Seburuk-buruknya manusia ia pasti mempunyai “hati”—wilayahnya perasaan. Dan menjadi hukum kausal, bahwa manusia akan baik tatkala hatinya sedang baik. Dari itu juga membuat kita terbangun untuk sadar bahwa menyalahkan pendidikan sebagai proses yang salah karena lahirnya manusia yang “premature” dalam aksi kebaikan, dapat dikira kurang tepat. Karena yang dapat dijadikan kebenaran fungsional—adalah lemahnya sifat ke-manusia-an tersebut.
            Peran penting yang perlu diusahakan saat ini, adalah memerankan proses pendidikan cinta dan kasih sayang. Dalam artian—kepentingan pendidikan pragmatis yang sering dilakukan oleh beberapa pihak harus lenyap dalam pendidikan. Pendidikan ini juga lebih menekankan pada sifat merasa terhadap apa yang dirasakan oleh setiap peserta didik—meliputi, yang menjadi kebutuhan dan keinginannya.
            Sehingga penanaman nilai-nilai pendidikan dapat secara mudah tersampaikan, dan bukan lagi hanya menjadi teori belaka—namun benar-benar disempurnakan oleh aplikasi nyata dalam kehidupan. Bobroknya moral, dan perilaku anti-kemanusiaan lainnya tidak akan lagi terdengar dalam ruang Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

rinaimu

Sengaja taburan bunga tak ranum ku buang Menanti buah harmoni tanpa henti Sembari nyala hati dan tawa sanubari tak berani tampak pada k...