Menatap Masa
Depan Pendidikan Indonesia
(Upaya
menanamkan sifat ke-manusia-an melalului pendidikan cinta dan kasih sayang)
Sebagai mana mafhum pendidikan
merupakan cara untuk memperbaiki akhlak manusia. Baik buruknya moral manusia
tergantung pada pola gerak pendidikan.
Dan pendidikan pun bermacam-macam. Salah satunya adalah pendidikan cinta dan
kasih sayang—penerapan kedua pola pendidikan ini setidaknya dapat menjadi
solusi alternative terhadap dunia pendidikan kita yang saat ini sedang kompleks
dengan persolan-persolan.
Tidakkah menjadi “makanan ringan”
kita sehari-hari, tentang berita pelecehan seksual, kasus narkoba, perkelahian
dan semacamnya misalnya—yang telah dilakukan oleh peserta didik kita. Bahkan
yang paling terbaru, sekalian yang paling membuat haru adalah kasus pencabulan
yang dilakukan oleh sembilan siswa yang masih dibawah umur terhadap perempuan
yang juga masih dalam umur se-umur “jagung” (diakses dari berita Koran Jawa
Pos). Hal ini merupakan sekelumit dari sekian banyak persoalan yang perlu
perbaikan pada pendidikan kita saat ini.
Dalam pembacaan yang sangat asketis
pada kondisi dunia pendidikan kita, hal di atas terjadi disebabkan karena
substansi sifat ke-manusia-an tidak tertanam pada peserta didik. Apa
hubungannya antara sifat ke-manusia-an dengan kegagalan proses pendidikan yang
mengakibatkan terjadinya prilaku amoral ?. jelas mempunyai relasi yang sangat
erat. Hal ini terlihat pada tatanan nilai yang dikandung dalam paham
ke-manusia-an yang mengajarkan tentang maslahah atau kerukunan antar manusia
yang hidup.
Dari konteks pemaknaan itulah bisa
kita bandingkan, dan dapat kita artikan mengenai sifat ke-manusia-an, yakni
tidak lebih dari perwujudan prilaku yang layak bagi manusia itu sendiri.
Bobroknya praktek pendidikan—manusia yang ber-kepribadian, di dalam konteks
hidup yang sebenarnya—adalah bagian dari indikasi minimnya sifat ke-manusia-an
ini pada jiwa peserta didik. Sehingga berbagi persoalan saling tumpang tindih
dan tidak kunjung menemukan solusi.
Sudah berbagai cara yang telah
diupayakan oleh pemerintah, dalam rangka memperbaiki pendidikan Indonesia.
Misal, dengan digalakkannya pendidikan karakter—penekanannya pada iman dan
takwa, kampanye menolak penyalah gunaan obat terlarang, dan berbagi macam.
Namun sayangnya, usaha-usaha itu seolah tidak membuahkan hasil—hanya sebagai
usaha yang menguras tenaga. Ada beberapa hal yang perlu dibenahi dalam merevitalisasi
terjadinya degradasai moral pada manusia pendidikan ini.
Seburuk-buruknya manusia ia pasti
mempunyai “hati”—wilayahnya perasaan. Dan menjadi hukum kausal, bahwa manusia
akan baik tatkala hatinya sedang baik. Dari itu juga membuat kita terbangun untuk
sadar bahwa menyalahkan pendidikan sebagai proses yang salah karena lahirnya
manusia yang “premature” dalam aksi kebaikan, dapat dikira kurang tepat. Karena
yang dapat dijadikan kebenaran fungsional—adalah lemahnya sifat ke-manusia-an
tersebut.
Peran penting yang perlu diusahakan
saat ini, adalah memerankan proses pendidikan cinta dan kasih sayang. Dalam
artian—kepentingan pendidikan pragmatis yang sering dilakukan oleh beberapa
pihak harus lenyap dalam pendidikan. Pendidikan ini juga lebih menekankan pada
sifat merasa terhadap apa yang dirasakan oleh setiap peserta didik—meliputi,
yang menjadi kebutuhan dan keinginannya.
Sehingga penanaman nilai-nilai
pendidikan dapat secara mudah tersampaikan, dan bukan lagi hanya menjadi teori
belaka—namun benar-benar disempurnakan oleh aplikasi nyata dalam kehidupan.
Bobroknya moral, dan perilaku anti-kemanusiaan lainnya tidak akan lagi
terdengar dalam ruang Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar