Selasa, 26 Juli 2016

Keinginan yg Tak Sampai
 Oleh: L_ Aina
“Nak, tidak bisakah kau mencari yang lebih baik?” Ibu menatapku dan akupun beranikan angkat bicara “Bu, ibu mau yang bagaimana? Menurutku dia sudah baik, dia ahli ilmu agama dan insyaallah dia bisa menjadi imam yang baik!”. Ibu menghela nafas, menggeleng-gelengkan kepala lalu pergi begitu saja meninggalkanku. Aku menangis sejadi-jadinya. Tuhan, apakah aku salah???, Aku tidak mengerti dengan pola pikir ibu, sungguh aku benar-benar tidak paham.
 *** 
Aku menatap ayah dan bertanya dengn isyarat mata. Ayah menghela nafas panjang “Nak, kau dengnnya tak mungkin bersatu, orangtuanya pasti mencarikan laki-laki lain untuknya!”. Ayah menatapku yang tengah kecewa. Aku menoleh pada ibu “Nak, ada baiknya jika kau mencari gadis lain dan ibu kira tetengga kita gadis yang baik”. Aku bangkit dari kursi, melangkah pergi ke puncak bukit di belakang rumah. Aku sungguh tak dapat menerima keputusan ini. “Kenapa ayah dan ibu tak yakin padaku dan kenpa mereka berkata seperti itu?. Aku mencintainya, bukan wanita lain!!!. Aku menngerutu sendiri. Ya Tuhan, apa yang harus aku perbuat? Banyak laki-laki lain yang juga ingin memilikinya, sedang orang tuaku tak memberikan restunya padaku! Aku tidak bisa jika harus meninggalkannya, aku sangat mencintainya Tuhan............... Aku terdiam menatap angkasa yang hampir padam. Dadaku bergemuruh hebat, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, tapi dalam hatiku aku yakin aku bisa. 
***
 “Ana, sudah kau jangan bersedih”. Dia hanya diam tak bergeming. Untuk sepersekian menit kami sama- sama terdiam. “Jika nantinya aku kalah dalam peperangan ini dan tak ada harapan lagi untuk bisa memilikimu. Tolong, sisakan satu ruang kecil dihatimu untuk sebaris nama kumbang yang gagal!” Aku menghela nafas panjang. Ana menangis lagi, aku ingin mengusap air matanya tapi aku tak bisa, aku ingin memeluknya untuk menenangkannya tapi itu tidak mungkin. Diapun berpamitan untuk pulang. Di bukit inilah kami biasa bertemu dan di bukit inilah semua rasa sering ku adukan. Seperempat perjalananku terhenti oleh seorang pemuda tampan dan terpandang, namanya Ifqan, sempurna memang, tapi sayang dia sombong! Dia juga menyukai Ana sama sepertiku. Setiap kali dia melihatku berbincang dengan Ana, dia selalu saja menghinaku, merendahkanku, mencaciku seakan aku memang benar-benar tidak pantas untuk memiliki Ana. Seketika dia meludah didepanku, aku hanya diam, menatapnya tajam. “ Kau boleh menghinaku, kau boleh mencaciku dan kau boleh merendahkanku serendah-rendahnya,tapi kita lihat siapa yang akan mendapatkan hatinya dialah yang berhak bersamanya”. Akupun pergi tanpa menghiraukan perkataannya. 
*** 
 “Bu, kenapa ibu tidak meminta pertimbanganku?, aku punya hak bu, aku punya hak!!!” Hatiku berdentum hebat, aku benar-benar tidak dapat menerima keputusan ini. “Ini sudah yang terbaik Ana, dia putra kyai ibu tidak mungkin menolaknya”. Aku menoleh pada Ayah “Sudah jangan selalu membantah!!!” GDuBBRaAkkKKKK.......!!!! aku membanting pintu berlari sejauh mungkin. Biarlah ayah memanggilku aku tidak perduli, mereka semua egois tidak perduli dengan perasaanku. Aku hanya ingin berlari, menjauh sejauh-jauhnya. Jilbabku basah oleh air mata. Langkahku terhenti, suram “Akh.... SakiT!! Kepalaku......Ya Allah” Tit tit tit tit tit tit ti...................t!! . 
 *** 
 “ Ayah, apa yang ayah lakukan ? atas dasar apa ayah melakukannya?” aku menatap ayah penuh amarah “ tidak ada pilihan lain Furqan, ayah sudah yakin dengan semua ini!”. “Kenapa aku tidak tahu ayah?, aku laki-laki, aku punya hak memilih siapa yang akan menjadi pendamping hidupku, kenapa pertunangan ini bisa terjadi tanpa sepengetahuanku???”. Dadaku bergemuruh, apa yang ayah lakukan. Ibu berusaha membujukku menuruti apa kata ayah “ Tidak bu, aku tidak mau menikahinya, aku mencintai Ana bu, aku mencintai Ana!!!”. Aku melangkah entah kemana, langkahku tak tentu arah. Lelah , letih. Tuhan.... aku harus bagaimana?. 
*** 
 Di tengah perjalananku yang entah dimana aku dikejutkan oleh seorang kakek yang berteriak-teriak minta tolong, tapi tak ada seorangpun yang bisa ia temui. Akupun menghampirinya dan bertanya “ada apa kek?” , tapi dia tak menjawabku dia malah membawaku ke perempatan jalan sana. Dengan nafas yang ter senggal-senggal dia berkata “tolonglah nak, kakek menemukan seorang gadis terkapar di perempatan jalan di ujung sana, kakek tidak bisa jika hanya sendirian kakek ini sudah tua renta”. Akupun berlari ke ujung perempatan sana. Deg... pacuan jantungku terhenti. Siapa ini?..sesaat setelah aku melihat sudut wajahnya,aku tak percaya dengan apa yang baru saja ku lihat. “Innalillahi wa innailaihi raaji’uun.......Ana!!!”. Ya Allah ya Robb,, apa yang terjadi pada Ana? Kenapa dia bisa seperti ini?. Aku merangkul tubuh kaku dan bersimbah darah, menangis tanpa tahu malu. “Ya Tuhan...... apa yang kau lakukan, kenapa kau mengambilnya dariku? Aku tak sempat membuatnya tersenyum Tuhan...aku tak sempat membuat matanya kering dari kesedihan” Sungguh, hari ini langit seakan-akan runtuh menimpaku. Tubuh ini kaku, bibir ini biru. Tak ada lagi tawanya,tak ada lagi senyum yang bisa kulihat, tak ada lagi canda tawanya, tak ada lagi....... semua musnah. “Tuhan ...... kenapa kau ambil bungaku seperti ini? Kenapa bukan aku saja Tuhan.... kenapa bukan akuuuuuuuuu.......?????? kenapa harus Ana yang pergii” 
Sumenep, 19 Nov. 15

1 komentar:

rinaimu

Sengaja taburan bunga tak ranum ku buang Menanti buah harmoni tanpa henti Sembari nyala hati dan tawa sanubari tak berani tampak pada k...