Rabu, 18 Mei 2016

Terima Kasih Guruku



Terima Kasih Guruku
(Stimulus kaum sarungan mengingat jasa ikhlas seorang guru)
            Dari awal perjalanan proses pendidikan, kita mengenal sosok penting dalam lembaga pendidikan, yakni seorang guru. Sosok tangguh, yang mengupayakan terciptanya bangsa yang cerdas, berkeadaban dan berkebangsaan. Maka tak heran jika tanggal 25 Nopember, ditetapkan sebagai hari penting nasional bagi bangsa indonesia, yakni dengan nama Hari Guru Nasional. Hal tersebut tidak lain bertujuan untuk mengingat peran mulia para guru, peran ikhlas para guru dan jasa para guru yang tidak dapat dibalas dengan materi.
            Apakah kita tidak pernah ingat, bahwa kita terlahir tanpa  pengetahuan. Tidak bisa membaca, menulis dan tidak bisa membedakan hal yang baik dan yang jelek. Apakah kita juga pernah membayangkan, bagaimana nasib kita jika tidak bisa membaca, menulis dan membedakan hal yang baik dan yang jelek. Barangkali jika hal demikian yang terjadi, kita akan menjadi sampah dunia. Yang keberadaannya sama sekali tidak pernah diakui oleh orang lain. Tetapi, sosok berhati Malaikat menolong kita, mengubah jalan nasib kita dan memberikan jalan bagi kita, agar kita berguna terhadap perkembangan kehidupan.
            Inilah kemudian membuat hati kita tersentak, membuat kita sadar bahwa kita tertolong oleh malaikat. Tidak hanya itu, sosok guru yang bermuka malaikat masih saja menyumbangkan prilakunya sebagai teladan bagi kita. Jika ia pernah berkata, seimbangkan hubungan kita dengan Tuhan dan Manusia. Maka apa yang terjadi, kita melihat seorang guru berusaha lebih dulu untuk melangkahkan kaki dan hatinya mengupayakan apa yang ia bicarakan untuk benar-benar dilakukan. Dari hal ini mungkin kita hanya bisa berucap atau bergumam dalam hati, guruku adalah panutanku di dalam kelas dan di luar kelas. Sehingga tidak salah peribahasa indonesia menyebutkan bahwa, seorang guru adalah sosok yang digugu dan ditiru.
            Tetapi kemudian ada pelengseran makna yang dilakukan oleh guru-guru yang ada pada era baru ini. Jika kita pernah menyebutkan guru adalah pahlawan tanpa jasa, maka sebutan itu hanya pantas untuk seorang guru era lama. Dan jika kita pernah bangga terhadap guru, hingga kita pernah bergumam ia sebagai malaikat, karena sebagai seorang yang digugu dan dituri, maka hal itu juga berlaku hanya untuk guru era lama. Guru era baru menyebutkan bahwa, guru adalah seorang yang menuntut jasa, dan kelakuannya seperti mereka yang banyak dosa, yakni merayu dan menipu bangsa.
            Jika ini yang terjadi, maka izinkanlah kami untuk berdoa pada Tuhan. Ya Tuhanku, munkinkah ini jalan baik-Mu, atau inikah jalan terjal-Mu yang engkau sebut sebagai proses menuju kebaikan. Tetapi, kami sudah tidak mampu melihatnya, jangankan melihat mendengarnyapun, kami sudah merasa bising. Jika kami boleh memohon, lenyapkanlah orang-orang seperti itu seperti engkau melenyapkan musuh-musuh Nabi tempo dulu. Amin. Hal ini adalah ikhtiar kami, yang tidak mau mempunyai sosok teladan yang demikian. Dan kami tidak mampu meluruskan kembali, seorang guru yang telah menyalahi pengertian guru yang sebenarnya. Yakni sebagai pentransformer pengetahuan dan kelakuan yang baik.
            Tetapi kami tidak mau menjadi orang yang munafik, kami akan tetap mengaku mereka guru. Tetapi dalam tanda kutip “bukan lagi sebagai sosok yang digugu dan ditiru”. Kami akan berusaha menerima, meskipun tujuan meraka mengajar bukan untuk mencerdasakan bangsa. Sekalipun dengan alasan mencari uang dan alasan  lainnya yang kurang ajar, kami tetap akan menerimanya.
            Oleh sebab hal itu, kami ucapkan. Terima kasih guruku. Jasamu, keikhlasanmu dan segala kebaikanmu tidak mampu kami balas dengan apapun. Kami hanya bisa melantunkan doa untukmu, dan kami hanya mampu berrusaha untuk membuatmu selalu tersenyum, meskipun hanya sekedar menceritakan kembali dongengmu pada generasi bangsa saat ini. Sekali lagi, terima kasih guruku. Engkau akan tetap aku gugu dan aku tiru, dan engkau akan tetap menjadi panutan hingga kami di jemput kematian.

Herman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

rinaimu

Sengaja taburan bunga tak ranum ku buang Menanti buah harmoni tanpa henti Sembari nyala hati dan tawa sanubari tak berani tampak pada k...